Hadiah hasil dari kubukanya bingkisan yang baru saja sampai di tanganku membuatku tercengang setelah melihat isinya. "Mukena?" Itu ucapan pertamaku setelah bungkusan kado itu sudah tidak ada bentuknya. Ketiga kalinya Delli memberiku mukena menjelang puasa. Kuambil handphoneku yang berada di meja sebelah kasurku, tepat di depan fotoku bersamanya, mencoba menghubungi Delli yang sedang ibadah Minggu di Katerdal langganannya dibilangan Jakarta Selatan.
"Halo sayang, ada apa?" Kudengar ucapan dia di sebrang telepon sana.
"Sudah bisa di telepon?" Tanyaku.
"Aku sudah selesai kok, ini mau menuju rumah kamu." Jawabnya.
"Oh, aku mau tanya tentang kado yang aku terima pagi ini." Kataku.
"Ooohh.. itu, kenapa? ada yang cacat dari bahannya?" Tanyanya.
"Bukaann, bukan itu kok, ya udah, aku tanya lagi sesampainya kamu disini ya."
"Oke.. take care honey, I Love You." Ucapnya disebrang telepon sana.
"I Love You" Jawabku sambil menutup telepon darinya.
--
"Kamu udah rapih? mau kemana?" Tanya Delli sesampainya dia di depan pintu.
"Kita ke tempat pertama kali kita bertemu yuk." Jawabku.
"Tumben, ada apa?" Tanyanya heran.
"Lagi pengen aja, yuuk." Kataku sambil menarik tangan Delli keluar pagar.
--
"Kamu kenapa hari ini? Tiba-tiba banget pengen pergi ke kantor yang dulu?" Tanyanya heran sambil serius menatap jalanan Jakarta yang setiap harinya dilanda kemacetan.
"Terima kasih ya Mukena yang ketiga kalinya menuju bulan Ramadhan." Jawabku mengalihkan pertanyaannya.
"Sama-sama sayang, kamu senang kan?" Tanyanya kembali sambil mengengam tangan kananku.
"Alhamdulillah senang." Kataku senang sambil tersenyum dan menatap pinggir wajahnya.
--
"Kita sudah sampai nih, mau diem di mobil aja atau mau turun?" Tanyanya sontak mengagetkanku dari lamunan tentang hubungan ini.
"Hah?! oh, udah sampe ya? kita turun aja yuk, duduk di tangga depan kantor." Kataku sambil senyum menatapnya.
"Yuk.." Jawab dia sambil membawa tas kecilnya.
--
"Inget 5 tahun yang lalu?" Tanyaku sambil menatap jalanan yang lalu lalang diisi oleh mobil-mobil.
"Inget.." Kata Delli sambil menyusulku duduk di tangga.
"Malu-maluin yah, hehehe" Kataku sambil tertawa sendiri.
"Hehehe, itu kamu tau." Katanya sambil mengusap kepalaku.
"Dulu itu malu-malu banget pengen kenal sama kamu, tapi malah sekarang kamu selalu ada buat aku." kataku sambil melihat mukanya. "Terima kasih ya"
"Iya.." Jawabnya.
"Tapi... ada yang harus aku sampein ke kamu." Kataku menunduk.
"Apa?" Tanyanya heran.
"Deellll... kita berbeda." Kataku sambil tersenyum dan menahan air mata.
"Aku tau itu, karena kita berbeda ini, kita jadi kuat."
"Engga Dell.." Kataku menggelengkan kepala.
"Maksud kamu engga?" Tanyanya heran.
"Kita saling mencintai, tapi sayang, cara kita memanggil tuhan yang berbeda. aku tau, ini gak adil untuk kita, tapi takdir, siapa yang tau?"
"Aku gak pernah perduli, menurutku, itu bukan penghalang untuk hubungan kita." Katanya dan menarik tangan kiriku untuk dia gengam. "Aku gak pernah perduli sama perbedaan kita, kita saling mencintai, kita berdiri kokoh menjalani hubungan ini dengan keragaman perbedaan kita. Dan sekarang, tujuan kamu untuk membahas ini apa?" Tanyanya tiba-tiba setelah semua argumen yang dia keluarkan meluap.
"Kita harus berpisah Dell." Kataku, menarik tangan yang dia gengam.
Aku tertunduk, melihat anak tangga di lamunanku. Bukan waktu yang singkat untuk mengenal Alexander Delli masuk ke dalam hidupku. Aku fikir 2 Tahun kita berteman dan beberapa tahun kita menjalani hubungan ini, akan tahu bagaimana tujuan menjalani yang sebenarnya.Keputusanku bulat untuk pengambilan inti dari fikiranku selama ini.
"Dell... Kamu gak apa-apa?" Tanyaku, melihat bulir yang hampir terjatuh di sudut matanya saat dia tertunduk. "Maafin aku, abi menjodohkanku dengan anak pesantrennya."
Delli menatapku tajam, seolah apa yang aku ucapkan hanya tipuan atau bahkan alasanku saja. "Gak usah pake banyak alasan untuk mengakhiri ini semua." Ucapnya sambil menutup mukanya dengan kedua tangannya.
"Aku serius Dell, kamu pun tahu sendiri kan, orang tuaku melarang hubungan kita." Kataku, membalas tatapan Delli.
"Kita sama Ran, kita sesama manusia, kita hidup di dunia, tapi sayang, aku rasa ini gak adil untuk aku. Cara kita memanggil Tuhan yang berbeda, malah memisahkan kita.Kembali kejalanmu, aku bahagia diajarkan banyak hal dari agamamu, aku cinta kamu tapi egoku berkata aku memilih agamaku." Delli mengeluarkan suatu benda lagi dari tasnya. "Ini untuk kamu, aku harap kamu bisa berhijab secepatnya. Aku sayang kamu" Suatu ciuman terjatuh dikeningku. Delli meninggalkanku disini, tempat dulu aku merasa malu-malu untuk ingin tahu siapa nama dia dan siapa sosok dia.
Sayangnya, aku mencintai seseorang yang berbeda untuk memanggilmu Allah.
*annisadash*
No comments:
Post a Comment