time

Monday, July 22, 2013

[Cerpen] 5 Menit

                "Aku sudah sampai di tempat biasa kita." Itulah pesan yang aku layangkan ke handphonenya.
--

Maaf, aku duduk kembali disini, bersama ilalang yang bisa bisu melihat drama kita yang selalu di dramatisir, dan yang aku sangka akan indah di akhir tujuan hidup kita, itu yang aku harap. Tapi tidak pada kenyataan.

--
              "Sebentar lagi sampe." Balas singkat yang kudapat.

--
Memainkan salah satu ilalang itu yang selalu aku kerjakan disini, menekuk kedua kaki di depan dada dan memeluknya itu yang aku lakukan. Meyakini diri ini keputusan terbaik. Tempat ini, tempat dimana kita menghabisakan waktu bersama, mengubur sebuah cita dari akhir hubungan ini.

--

"Udah lama?" Suara khas yang selalu aku dengar akhirnya muncul mengagetkanku dalam lamunan. Dia duduk bersila di sebelah kananku, menatap lurus kedepan tanpa sedikitpun melihat ujung mataku.

"Lumayan, dari sms yang aku kirim ke kamu." Jawabku tanpa melihatnya.

"Maafin aku." Katanya membuka pembicaraan.
Aku menghela nafas mendengarkannya. "Sudah jalannya." Kataku singkat.

"Aku tau, kamu menyuruhku kesini hanya untuk memakiku saja kan?" Tanyanya, sedikit menoleh kearahku.
Kuusap sedikit bulir mata yang akan terjatuh persis diujung mata kananku, sungguh, aku tidak mengharapkan
bulir itu jatuh sekarang. "Bukan." Jawabku singkat, dan tetap memainkan ilalang.

"Terus?" Tanyanya heran mengerutkan dahi.

"Aku hanya butuh waktu kamu 5 menit saja, mengakhiri 6 tahun perjalanan kita."
Ya... bulir air mata semakin tidak tertahan untuk tidak terjatuh. Aku lemah, aku kalah akan perasaanku.

"Ini." Katanya, menyodorkan sehelai tisue dari tasnya.

"Terima kasih." Jawabku sambil mengusap mataku.

"Iya.. disini posisinya aku yang salah, salah besar. Aku khilaf, maafin aku." Dia berusaha menggengam tanganku sambil menunduk.

"Boleh aku memelukmu, walau hanya 5 menit saja?" Tanyaku.

Dia merentangkan kedua tangannya dan menunduk setuju. Merengkuh di pelukannya, bulir itupun turun dengan deras. Dia mengeratkan pelukannya sedikit mencium keningku. Apa ini akan menjadi yang terakhir kalinya?

"Aku bener-bener minta maaf banget sama kamu Nay, aku tau, kamu bener-bener kecewa. Aku bener-bener khilaf. Aku gak bermaksud untuk menghamili Nina. Kejadian itu aku dijebak." Katanya panjang lebar.

"Kamu tanya aku kecewa? Sangat jawabanku. Kamu tanya aku marah? Aku merasa gak pantas untuk itu. Kamu tanya apa perasaanku? Aku pun gak tau apa perasaanku sekarang. Yang pasti, terimakasih telah banyak mengajarkanku banyak hal, untuk hidup, untuk pertemanan, untuk menjalani hubungan, terimakasih untuk 6 tahun ini. Dan, Apa mauku sekarang? Bertanggung jawablah dari apa yang telah kamu perbuat." Kataku sambil melepaskan rengkuhan pelukannya dan mengusap air yang masih berasa di pipi.

"Jadi?" Tanyanya heran.

Aku mengambil barang dari tasku. "Berikan ini padanya, ini bukan buat aku. Pergi, dan lamar dia sekarang." Kataku.

"Nayla... Engga, ini cincin aku kasih khusus untuk kamu, gak ada seorang pun yang boleh taruh cincin ini di jemarinya selain kamu. Simpan itu sekarang."

"Maaf, aku gak bisa Mam. Ini kamu ambil." Aku membuka telapak tangannya dan menaruh cincin itu. "Oh iya.. aku mau gali mimpi kita yang ada disana." Kataku menunjuk ke arah bawah pohon Bugenvile.

"Itu kan mimpi kita yang akan kita buka 20 tahun yang akan datang."

"Tapi sekarang sudah gak berlaku." Kataku berdiri menghampiri pohon Bugenvile.

"Nay." Dia menarik tanganku.

Aku menoleh dia yang masih duduk bersila. "Apa?" Jawabku.

"Duduk disini." Katanya menunjukan pangkuannya.

"Engga Mam." Aku tetap menarik tanganku untuk menuju pohon Bugenvile.

Aku kalah cepat, Imam menarik tanganku dan membiarkan aku mendekam di pelukannya. Kali ini aku yang harus merasakan tetesan bulir itu berada di atas kepalaku.

"Kamu percaya adanya keajaiban gak?" Tanyanya dengan nada serak.

Aku menggeleng kepala.

"Tolong tunggu aku disini semampu kamu, aku janji, aku bersumpah, aku akan kembali. Aku gak cinta sama Nina sedikit pun. Aku khilaf dan di jebak. Nay toloongg" Katanya di campuri sedukan tangisannya.

Malam itu, aku memintanya untuk menjemput di tempat kerjaku. Aku terpaksa memintanya untuk menjemput karena hujan lebat dari pagi tidak kunjung berhenti di kota ini.
               "Sayang, bisa jemput aku? Dari tadi aku nunggu taxi full terus." Kataku, menelepon dia di lobby kantorku.
               "Aku ada meeting sekarang, dan sepertinya lembur. Aku suruh Pak Mien jemput kamu aja yah, gak apa-apa?" Jawabnya di sebrang telepon sana.
              Aku menghela nafas, "Ya udah gak apa-apa deh, kamu sampai jam berapa?" Tanyaku.
              "Aku gak tau, bisa jadi sampe malem."
              "Ya udah, jangan lupa makan sama sholat yaa." 
              "Okey sayang, sebentar lagi Pak Mien meluncur ya, kamu tunggu aja di situ, jangan kemana-mana."
              "Baiklah.."
3 Bukan kemudian testpack itu dilayangkan Nina di hadapanku dia mengandung anak Imam sudah 2 bulan lamanya.
Jadi...malam itu, aku yang sibuk berkutat dengan kerjaanku di rumah, sedangkan calon suamiku... entah siapa yang harus aku salahkan. Yang pasti, ini sudah terjadi. Aku katakan ini selesai.

"Nay... kamu gak apa-apa kan?" Tanyanya mengangetkanku dari lamunan masa lalu yang aku sesali.

"Tolong pergi sekarang Mam, aku mohon." Kataku yang masih dipeluk dengan erat olehnya.

"Kamu janji akan menungguku kan Nay?" Tanyanya dan meregangkan pelukannya dariku.

Aku melepaskan pelukannya dan berjalan tanpa arah.

"Nay.." Kudengar teriakannya dan hentakan kaki yang berlari ke arahku.

"Nay... Will you marry me?" Dia tersimpuh tepat dihadapanku sambil menaikan cincin yang aku beri tadi.

"Maksud kamu apa sih Mam? Mam tolong, aku mau kamu jadi cowo bertanggung jawab! Bukan seperti ini jadinya." Nadaku meninggi.

"Aku gak perduli Nay, kamu yang cuma aku cinta. Nay tolong jawab iya untuk ini, tolong Nay aku mohon."

"Aku gak mau bahagia diatas penderitaan Nina, tolong mengerti wanita ya Mam." Aku meninggalkannya lagi.

"Bagamana pun itu, aku gak akan menikahi Nina. Tunggu aku disini Nay, aku akan kembali" Katanya, sambil berbalik badan dan meninggalkanku.

"Terimakasih untuk 5 menitnya Mam." Kataku berbisik.

No comments:

Post a Comment